Menu
Close
Muhammadiyah Daerah

Sleman

LIMA WATT

Smallest Font
Largest Font


Catatan kecil. (Spesial SQ bagian 15).
__

Malam hampir pagi.
Rupanya, sudah hampir 60 menit saya menunggu.

Tiba-tiba, datang dua orang laki laki. Yang satu sudah agak sepuh. Satunya lagi, seorang pemuda.

Ternyata, yang sepuh bernama Rochmani. Bapak inilah yang sebelumnya, nelpon saya. Sehingga saya “terpaksa” membuka kembali Ngloji.

“Ngapunten nggih Mas Dwi. Niki nembe saget nyerahke salinane”,

“Nggih Pak. Mboten napa napa”, kata saya.

Ternyata, orangnya grapyak semanak.

Sepeninggal Pak Rochmani, tiba-tiba, saya teringat Fadhli, anak mbarep saya.

“Mas, masih di TPS 07 Sembuhan Kidul kah ?”, tanya saya, lewat WA.

Tidak dibaca.

Saya telpon.

Tidak diangkat.

Tiba tiba, muncul rasa iba juga kepadanya. Anak itu, niatnya pulang ke Jogja, ingin mudik dan ingin nyoblos.

Terus, “dipaksa” jadi saksi. Di tempat yang tidak dia kenal lagi. Ee sampai jam 01.30 dini hari, ternyata masih belum pulang.

Akhirnya,>

Motorpun saya pacu di kegelapan malam. Dan akhirnya sampai di TPS 07 Sembuhan Kidul. Tapi, kemana anak itu ? Motornyapun sudah tidak ada.

“Aku dah pulang. Dah sampai rumah”, katanya, lewat WA.

“Terus, salinannya C1 hasiljya, kapan dikasihkan ?”.

“Nggak tahu. Tadi belum selesai. TPS nya gak well. Banyak masalah !”.

“Wah, ini anak pasti muring ini”, batin saya.

Rupanya, proses di TPS itu belum selesai. Saya coba menunggui beberapa saat. Sampai jam 03.00 ternyata belum rampung.

Saya putuskan balik ke Ngloji.

Rupanya, dua orang kawan itu sudah berguguran. Mereka “ngglethak” di tempat sekenanya.

Pintu Ngloji saya tutup sebagian. Angin malam itu terasa dingin menusuk kulit.

Kursi di belakang meja LazisMu, saya susun berderet. Saya jadikan tempat tidur. Saya rebahkan badan. Sarung yang sedari tadi pagi berada di dalam tas, saya keluarkan untuk selimut.

Yaa Allah …. nikmat sekali rasanya, merebahkan badan di kursi itu. Saya pejamkan mata. Hampir saja saya terlena.

Tiba tiba, ada suara mobil berhenti di depan Ngloji.

Dua orang pemuda mengucap salam. Salah satunya saya kenal. Ia adalah Fuad. Putrane Mas Harto bengkel. Keponakannya Mas Yoga.

Ialah yang saya bimtek pada saat saat “injury time” kemarin malamnya.

Sejak kepulangan dua orang pemuda itu, terus saja ada satu dua orang saksi yang datang. Menyerahkan salinan C1 hasil.

Demikian seterusnya, tak terasa. Akhirnya, Adzan Subuhpun menyentuh telinga.

Selepas jamaah Subuh, masih ada satu dua yang menyerahkan berkas. Saya berkeputusan bahwa saya batasi sampai jam 05.30. Karena, jam 06.00 saya harus mengantarkan anak ragil saya ke sekolah. Yang jaraknya lumayan jauh.

Menjelang jam 05.30, saya rundingan dengan Mas Sunu. Kira kira siapa yang bisa menggantikan sementara menjaga berkas berkas salinan C1 itu.

Mas Sunu tidak bisa, karena ia juga harus siap siap masuk kerja. Sayapun, mencoba meminta tolong kepada kawan “yang satu” itu. Ternyata, ia juga tidak bisa.

Tiba tiba, terlintaslah nama Mas Basyori. Saya lalu menelponnya :

“Isoh ngganti sementara aku ?. Njaga penyerahan berkas sakinan C1. Iki aku kudu bali sik. Ngantar anak ragil sekolah”.

“Ya oke. Siap. Tapi, aku isohne nganti jam 08.00. Soale kudu makani iwak”, jawabnya.

“Oke. Ora apa apa. Mengko ben disambung karo kordes senior. Jare beliau beliau itu jam 09.00 Isoh nyang Ngloji”.

“Oke. Siip !”.

Dengan sisa sisa tenaga yang sudah hampir 5 Watt itu, saya harus mengantar anak ragil ke sekolah. Yang jaraknya lumayan jauh itu.

Begitu sampai di sekolahnya, saya mencari tempat strategis di belokan samping sekolah. Di tepi jalan, di bawah pokok beringin besar. Saya hentikan motor. Saya benamkan kepala yang masih mengenakan helm. Di atas dash board motor. Kedua mata saya pejamkan.

Beberapa menit, rasanya tubuh ini terasa melayang terbang.

Yaa Allah … nikmatnya.
(*)
Minggir, 26 Feb. 2024.

Uwik DS.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Artikel Terkait